28. METASCIENCE: METAMANUSIA

Sebenarnya kita semua adalah manusia yang meta atau katakan saja metamanusia. Sayangnya, tidak semua manusia mau mengakui, bahwa dirinya adalah metamanusia, yang terdiri dari 2 bagian besar: Raga dan Sukma. Kalau kita mengakui adanya meta dalam bentuk sukma dalam diri kita, untuk mempelajari dan mengerti tentang sukmadiri, apakah dapat dipelajari dengan science? Ya, satu bagian, bagian tingkahlakunya. Satu bagian yang lain, hakikatnya, tidak bisa dipelajari dengan science, maka, metascience memberi jalan untuk mempelajari hakikat sukma. Saya akan memberikan ilustrasi: Mempelajari tingkahlaku makan untuk jamuan makan malam resmi pada syukuran teman yang menjadi profesor, tentu anda akan mematut pakaian apa yang harus anda kenakan, dimana anda harus meletakkan tas, bagaimana selayaknya mempergunakan sendok-garpu-pisau, dan bagaimana cara mengunyah yang sopan, adalah tingkahlaku makan. Sedangkan hakikat makan adalah: Untuk Hidup!

Sekarang, kalau kita mempelajari manusia, kita mempelajari tingkahlaku raganya, tindakannya, ideanya, yang bisa kita ‘lihat’ dan eksplorasi. Sedangkan hakikat manusia adalah: Sukmanya! Maka, ada ahli yang mengatakan, bahwa kita adalah Manusia Langit (keren juga ya..).

Kita di Indonesia, hidup & berkehidupan dengan (secara tidak sadar), menganalisa tindakan kita sebelum bertindak, apakah tingkahlaku kita sesuai dengan ajaran spiritual yang meta. Misalnya, jika kita berbicara dengan orang yang lebih tua, atau orang yang lebih mempunyai jabatan, kekuasaan dan kaya, untuk tidak menyinggung ‘ketuaannya’ atau ‘kekayaannya’ otomatis, kita bertingkahlaku sopan dalam berbicara. Artinya apa?

Masyarakat Timur Lebih Mengedepankan Sukma Dari Raga, Walaupun Belum Sepenuhnya Disadari.

Sayangnya, tingkahlaku yang baik itu, tidak sepenuhnya disadari.Apa yang anda fikirkan sehari-hari? Bekerja, mencapai karir yang anda inginkan, mempunyai uang banyak, berharap hari per-hari anda mendapatkan keberuntungan, membangun rumah yang nyaman. Orang tua menganggap anda sedang mengembangkan diri. Rupanya, definisi ilmu pengembangan diri, telah sedikit bergeser artinya dalam masyarakat kita.

Menurut Saya, Pengembangan Diri Lebih Tertuju Untuk Sukma

Dalam mengembangkan kelayakan kehidupan kita, kita tidak boleh lupa mengembangkan sukma kita. Saya ingin bertanya, jika anda telah mengembangkan kehidupan, sehingga anda telah diindisikan makmur, dengan indikator yang ada dalam lingkungan anda, seberapa maju anda telah mengembangkan sukma anda? Darimana indikatornya? Semuanya hanya anda yang tahu, baik perkembangan sukma anda maupun indikatornya. Dan itu bergantung seberapa banyak anda mempunyai referensi, kevalidan referensi, dan arah pengembangan yang ditunjukkan oleh referensi anda tersebut.

Dalam Perkembangannya, Kala Semakin Tua, Raga Semakin Renta, Sedangkan Sukma Semakin Bijaksana.

Pada akhirnya, raga akan semakin tua renta tidak berdaya, sukma semakin pikun dan pelupa. Inilah yang manusia selalu ingin mencegahnya, selalu ingin lari dari tuarenta tak berdaya.  Untuk mengetahui apakah referensi anda valid tentang pengembangan sukma dan memberi arah yang benar, kalau telah tuarenta, dan ingin mengetahui apakah sukma anda telah bijaksana atau belum, apakah indikatornya?

Mengingat Kematian! Yang Manusia Selalu Lari Darinya!

Dari uraian diatas, yang ingin saya katakan adalah, benar bahwasanya manusia ada yang menjalankan kehidupan spiritual dalam tingkahlakunya, tetapi, kehidupan spiritual itu tidak sepenuhnya disadari, timbul akibat refleks tingkahlaku, yang pernah dilakukan ribuan kali. Atau yang semakna, tingkahlaku yang bersifat spiritual itu, lebih berasal dari akal logika atau meniru tingkahlaku individu/masyarakat, daripada berasal dari sukma, yang memujud dalam akalnalarbudi. Ilustrasinya adalah: Anda meniru hidangan sirloin steak dari resto bintang lima. Cara menyajikan dan cutting dagingnya telah benar. Tapi rasanya: Tidak karuan. Bahkan: Tidak karu-karuan…… Yang saya ingin katakan adalah:

Duplikasi Tingkah Laku, Tidak Ada Manfaatnya Dalam Perkembangan Sukma! Perkembangan Sukma Hanya Dapat Dilakukan Dengan Memberi Tahu Sukma Tentang Tingkahlaku Yang Nyatabenarnya!

Itu salah satu kritikan tentang behaviourisme. Oh, bukan. Behaviourisme kan tidak membicarakan spiritual ya.. Untuk menjadi metamanusia, kita harus mendidik sukma kita. Mengapa saya katakan mendidik? Karena sukma dan raga kita ini, sudah ada yang ready for use, ada yang belum. Template yang ada pada sukma itu, belum ready for use, untuk mencapai kapasitas maksimalnya, masih harus diberdayakan/dilatih. Begitu juga dengan tangan, sudah ada, tetapi belum ready for use untuk mencapai kapasitas maksimalnya.

Anda harus melatih tangan anda untuk memukul bola golf, agar bola tidak melayang kemana-mana….. Begitu juga, anda harus melatih sukma, agar sukma tidak tertinggal perkembangannya……..

Kemudian ada Sukma yang lainnya lagi. Ialah, Sukma yang berasal dari SMA IIIB Yogyakarta. Oh, ini tidak saya bahas. Beliau teman saya yang terbaik. Walaupun saya bertingkahlaku dengan ‘penyesuaian tidak baik’, Beliau ‘rela’ menyapa saya… Soalnya… lebih banyak kawan putri yang ‘tidak relanya menyapa saya…’ (Serem kali ya..). Se itu saja saya bahas yaa..

28 Feb 2011. Selamat Menempuh Metamanusia Baru. Salam Sukmagurujati. Hilal Achmar.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s